Minggu, 16 Desember 2018

Hasil Observasi pura Amerta Jati Cinere


1.        SEJARAH SINGKAT PURA AMERTHA JATI



Gambar 1.1 Prasasti pengesahan Pura Amerta jati
Setelah peristiwa G30S/PKI, pada saat itu Suharto menginginkan setiap komplek TNI  baik AL, AS, AU harus ada tempat-tempat persembahyangan berupa Masjid, Pura dan Gereja. Tujuannya adalah untuk saling mengerti dan saling bertoleransi antar umat beragama.
Pada awalnya tempat untuk mendirikan pura ini adalah di lokasi yang memang berdekatan dengan masjid dan gereja. Namun, menurut pandangan orang bali tempat itu terlalu bagus jika didirikan sebuah pura. Maka dari itulah mereka memilih tempat yang lokasinya di jalan Punak, dahulu adalah sebuah rawa, hutan rimba dan tempat yang kotor. Menurutnya, tempat yang bagus adalah tempat yang diawali dengan tempat yang jelek.
Pada tanggal 3 Juli 1985 inilah, berdirinya Pura Amertha Jati dengan surat izin yang deberikan oleh AL.

Nama-nama Tempat dalam Pura
1.        Nistaning Mandala

Gambar 1.2 Nistaning Mandala
Adalah halaman utama pura. Bisa digunakan untuk tempat parkir dan sebagainya.
2.     Mandalaning Madya


Gambar 1.3 Mandalaning madya
Yaitu latar atau bagian tengah pura
·         Wantilan (tempat ganti pakaian, atau tempat bergantian orang2 yang akan melakukan sembahyang)
·         Gedung muhasabah (gedung untuk sekolah, terdapat  1-6 kamar (kelas).

3.     Utamaning Madya Yaitu tempat persembahyangan yang ada di pura
a.      Bagian luar

Gambar 1.4 Qori Agung
·         Qori Agung (Pintu untuk keluar masuk saat akan melakukan ritual (sembahyang). Pintu ini hanya khusus untuk umat hindu saja. Untuk orang-orang biasa melewati pintu sebelah kanan (masuk) dan pintu sebelah kiri (keluar).
b.      Bagian dalam
1.        Bale Pepelik


Gambar 1.5 Bale Pepelik
Pepelik sendiri artinya rumit, jadi ini adalah tempat untuk memecahkan masalah atau tempat rapat untuk para dewa. Bale pepelik terletak di bagian dalam utamaning mandala bangunan pura. Kalau kita masuk dari pintu Qori Agung bale ini terletak di samping kiri. Namun, jika kita masuk melewati pintu masuk umum biasa bale ini terletak pas di dekat pintu masuk.

2.     Padmasana : Stana Tuhan

Gambar 1.6 Padmasana atau Stana Tuhan

Padmasana atau biasa disebut dengan Stana Tuhan adalah sebuah tempat untuk bersembahyang dan menaruh sajian bagi umat Hindu terutama Hindu di Indonesia. Padmasana terdiri dari dua kata yaitu “Padma” yang artinya adalah bunga teratai, atau bathin, atau juga pusat. Dan “Sana” artinya sikap duduk, tuntunan, atau nasehat, atau perintah. Maksudnya yaitu Padmasana adalah tempat duduk dari teratai merah sebagai stana suci Tuhan Yang Maha Esa. Bunga teratai ini adalah simbol dewa-dewa dan Sang Hyang Widhi. Padmasana ini letaknya disamping kiri setelah bale pepelik.
3.     Bale Penglurah

Gambar 1.7 Bale Penglurah

Penglurah asal katanya adalah “Lurah” yang artinya adalah pembantu. Menurut penjelasan dari bapa Ide Bagus S sendiri pengrurah ini adalah tempat untuk penjagaan. Yaitu penjagaan untuk para dewa dan dewata. Kain yang terdapat dalam bale ini fungsinya hanya sebagai untuk keindahan. Letaknya di sebelah Padmasana.
4.      Taman Sari

Gambar 1.8 Taman Sari
Taman Sari adalah Tempat Mandi untuk para dewa. Taman sari juga biasanya digunakan untuk sembahyang dan bersemedi oleh umat Hindu  tersebut.
5.     Bale Penyimpanan

 Bale Penyimpanan adalah tempat untuk penyimpanan barang-barang suci
6.     Bale Pawedan

Bale Pawedan adalah tempat Pandhita (Imam)
7.      Bale Panjang ialah tempat untuk sembahyang jika saat hujan dan tempat untuk rapat umat Hindu
8.     Bale Petirtan 


Bale Pertirtan adalah tempat air suci
9.     Bale Pawedan Pinandhita


3.                 KEGIATAN PURA
a.                  Kegiatan Umum
Melakukakan serangkaian acara yang berkaitan dengan agama Hindu
·         Hari Raya Nyepi (dilakukan 1 tahun 1 kali) : ritual tanggal 27 maret 2017- hari raya tanggal 28 Maret 2017
·         Galungan (Hari Kemenangan)  : 5 April 2017
·         Kuningan      : 15 April 2017
·         Upacara purnama (Bulan Besar)  : 11 April 2017
·         Upacara Tilem (Bulan Mati)   : 25 April 2017
·         Dharmasanti Nasional (Halal Bi Halal) : 22 April 2017
·         Pagar wesi     : 30 Agustus 2017
4.                  FUNGSI PURA AMERTHA JATI
1.        Pura adalah sebagai Dewa Pratista dan juga sebagai Atma Pratista, artinya pura adalah tempat pemujaan dewa dan juga tempat pemujaan atma (roh suci). Mpu Kuturan menekankan pada pemujaan kepada dewa-dewa sebagai manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena pada waktu itu daya nalar dari umat relatif rendah.
2.      Walaupun Ida Sang Hyang Widhi Wasa Wyapi Wyapaka dan Nirwikara, tetapi Mpu Kuturan melakukan pengembangan fungsi Pura agar lebih mudah menghayati kehadiranNya, dimana pura disamping sebagai tempat penghayatan dan persembahyangan, maka pure adalah juga tempat untuk berkesenian; tempat berbudaya ; tempat bersosial dan sebagainya.
Fungsi Pura dalam kegiatan masyarakat hindu cinere
1.        Fungsi Keagamaan
Pandangan  masyarakat Hindu di daerah Cinere tentang kesucian yang berhubungan dengan sukla dan lungsuran. Sukla adalah sesuatu yang masih baru, tidak tercemar. Agama Hindu sangat kaya akan makna dengan aneka ritual hal ini didefinisikan dengan suatu bentuk upacara atau perayaan yang berhubungan dengan beberapa kepercayaan atau agama dengan ditandai oleh sifat khusus yang menimbulkan rasa hormat yang luhur yang merupakan suatu pengalaman yang suci.
Lungsuran  adalah kebalikan dari pengertian sukla, yakni sarana persembahyangan atau sesajen yang telah dipersembahkan.
Kesucian bagi masyarakat Hindu adalah kebutuhan dalam rangka untuk berkomunikasi dengan TuhanYang Maha Esa secara terus-menerus karena asal mula dari Tuhan danakan berlangsung atas kehendak Tuhan juga serta akan kembali keasalnya yaituTuhan.
2.                 Fungsi Pendidikan
Pura selain digunakan untuk kegiatan sosial keagamaan jugadigunakan untuk kegiatan pendidikan yang memang nantinya menjadi tempat untuk menimba ilmu bagi generasi yang akan datang. Sesuai dengan perkembangan lingkungan, muncul wacana untuk menjadikan pura bukan saja sebagai tempat memuja Tuhan dalam berbagai manifestasinya. Tetapi juga sebagai tempat melakukan pendidikan.
Berbagai fasilitas nonsakral dari pura.seperti wantilan, toilet dan sebagainya. Akan lebih terawat dibandingkan kalau pura hanya dikunjungi pada saat piodalan. Dan juga tidak kalah pentingnya, dengan adanya aktivitas pendidikan di pura, berbagai aktivitas yang berkonotasi negatif seperti kebiasaan mengadakan tajen atau sabungan ayam, ataupun berbagai bentuk jui lainnya di areal pura, mungkin perlahan-lahan akan lebih mudah dapat dikurangi.  

                                           Foto Bersama Pinandita Bpk. Karnadi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar