1.
SEJARAH SINGKAT PURA
AMERTHA JATI
Gambar 1.1 Prasasti pengesahan Pura
Amerta jati
Setelah
peristiwa G30S/PKI, pada saat itu Suharto menginginkan setiap komplek TNI
baik AL, AS, AU harus ada tempat-tempat persembahyangan berupa Masjid, Pura
dan Gereja. Tujuannya adalah untuk saling mengerti dan saling bertoleransi
antar umat beragama.
Pada
awalnya tempat untuk mendirikan pura ini adalah di lokasi yang memang
berdekatan dengan masjid dan gereja. Namun, menurut pandangan orang bali tempat
itu terlalu bagus jika didirikan sebuah pura. Maka dari itulah mereka memilih
tempat yang lokasinya di jalan Punak, dahulu adalah sebuah rawa, hutan rimba
dan tempat yang kotor. Menurutnya, tempat yang bagus adalah tempat yang diawali
dengan tempat yang jelek.
Pada
tanggal 3 Juli 1985 inilah, berdirinya Pura Amertha Jati dengan surat izin yang
deberikan oleh AL.
Nama-nama Tempat dalam Pura
1.
Nistaning Mandala
Gambar
1.2 Nistaning Mandala
Adalah halaman utama pura. Bisa digunakan untuk tempat parkir dan sebagainya.
Adalah halaman utama pura. Bisa digunakan untuk tempat parkir dan sebagainya.
2. Mandalaning Madya

Gambar 1.3 Mandalaning madya
Yaitu latar atau bagian
tengah pura
·
Wantilan (tempat ganti
pakaian, atau tempat bergantian orang2 yang akan melakukan sembahyang)
·
Gedung muhasabah (gedung
untuk sekolah, terdapat 1-6 kamar (kelas).
3. Utamaning Madya Yaitu tempat persembahyangan yang ada di pura
a. Bagian luar
Gambar
1.4 Qori Agung
·
Qori Agung (Pintu untuk
keluar masuk saat akan melakukan ritual (sembahyang). Pintu ini hanya khusus
untuk umat hindu saja. Untuk orang-orang biasa melewati pintu sebelah kanan
(masuk) dan pintu sebelah kiri (keluar).
b.
Bagian
dalam
1.
Bale Pepelik
Gambar
1.5 Bale Pepelik
Pepelik
sendiri artinya rumit, jadi ini adalah tempat untuk memecahkan masalah atau
tempat rapat untuk para dewa. Bale pepelik terletak di bagian dalam utamaning
mandala bangunan pura. Kalau kita masuk dari pintu Qori Agung bale ini terletak
di samping kiri. Namun, jika kita masuk melewati pintu masuk umum biasa bale
ini terletak pas di dekat pintu masuk.
2.
Padmasana : Stana Tuhan
Gambar
1.6 Padmasana atau Stana Tuhan
Padmasana
atau biasa disebut dengan Stana Tuhan adalah sebuah tempat untuk bersembahyang
dan menaruh sajian bagi umat Hindu terutama Hindu di Indonesia. Padmasana
terdiri dari dua kata yaitu “Padma” yang artinya adalah bunga teratai, atau
bathin, atau juga pusat. Dan “Sana” artinya sikap duduk, tuntunan, atau
nasehat, atau perintah. Maksudnya yaitu Padmasana adalah tempat duduk dari
teratai merah sebagai stana suci Tuhan Yang Maha Esa. Bunga teratai ini adalah
simbol dewa-dewa dan Sang Hyang Widhi. Padmasana ini letaknya disamping kiri
setelah bale pepelik.
3.
Bale Penglurah
Gambar
1.7 Bale Penglurah
Penglurah
asal katanya adalah “Lurah” yang artinya adalah pembantu. Menurut penjelasan
dari bapa Ide Bagus S sendiri pengrurah ini adalah tempat untuk penjagaan.
Yaitu penjagaan untuk para dewa dan dewata. Kain yang terdapat dalam bale ini
fungsinya hanya sebagai untuk keindahan. Letaknya di sebelah Padmasana.
4.
Taman Sari
Gambar
1.8 Taman Sari
Taman
Sari adalah Tempat Mandi untuk para dewa. Taman sari juga
biasanya digunakan untuk sembahyang dan bersemedi oleh umat Hindu
tersebut.
5.
Bale Penyimpanan
Bale
Penyimpanan adalah tempat untuk
penyimpanan barang-barang suci
6.
Bale Pawedan
Bale
Pawedan adalah tempat Pandhita
(Imam)
7.
Bale Panjang ialah tempat untuk sembahyang jika saat hujan dan tempat
untuk rapat umat Hindu
8.
Bale Petirtan
Bale Pertirtan adalah tempat air suci
9.
Bale Pawedan Pinandhita
3.
KEGIATAN PURA
a.
Kegiatan
Umum
Melakukakan
serangkaian acara yang berkaitan dengan agama Hindu
·
Hari Raya Nyepi (dilakukan
1 tahun 1 kali) : ritual tanggal 27 maret 2017- hari raya tanggal 28 Maret 2017
·
Galungan (Hari Kemenangan) : 5 April 2017
·
Kuningan : 15 April 2017
·
Upacara purnama (Bulan
Besar) : 11 April 2017
·
Upacara Tilem (Bulan Mati) : 25 April 2017
·
Dharmasanti Nasional (Halal
Bi Halal) : 22 April 2017
·
Pagar wesi : 30 Agustus 2017
4.
FUNGSI PURA AMERTHA JATI
1.
Pura adalah sebagai Dewa
Pratista dan juga sebagai Atma Pratista, artinya pura adalah tempat pemujaan
dewa dan juga tempat pemujaan atma (roh suci). Mpu Kuturan menekankan pada
pemujaan kepada dewa-dewa sebagai manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena
pada waktu itu daya nalar dari umat relatif rendah.
2.
Walaupun Ida Sang Hyang
Widhi Wasa Wyapi Wyapaka dan Nirwikara, tetapi Mpu Kuturan melakukan
pengembangan fungsi Pura agar lebih mudah menghayati kehadiranNya, dimana pura
disamping sebagai tempat penghayatan dan persembahyangan, maka pure adalah juga
tempat untuk berkesenian; tempat berbudaya ; tempat bersosial dan sebagainya.
Fungsi Pura dalam kegiatan
masyarakat hindu cinere
1.
Fungsi Keagamaan
Pandangan
masyarakat Hindu di daerah Cinere tentang kesucian yang berhubungan
dengan sukla dan lungsuran. Sukla adalah sesuatu yang
masih baru, tidak tercemar. Agama Hindu sangat kaya akan makna dengan aneka
ritual hal ini didefinisikan dengan suatu bentuk upacara atau perayaan yang
berhubungan dengan beberapa kepercayaan atau agama dengan ditandai oleh sifat
khusus yang menimbulkan rasa hormat yang luhur yang merupakan suatu pengalaman
yang suci.
Lungsuran
adalah kebalikan dari pengertian sukla, yakni sarana
persembahyangan atau sesajen yang telah dipersembahkan.
Kesucian
bagi masyarakat Hindu adalah kebutuhan dalam rangka untuk berkomunikasi dengan
TuhanYang Maha Esa secara terus-menerus karena asal mula dari Tuhan danakan
berlangsung atas kehendak Tuhan juga serta akan kembali keasalnya yaituTuhan.
2.
Fungsi Pendidikan
Pura
selain digunakan untuk kegiatan sosial keagamaan jugadigunakan untuk kegiatan
pendidikan yang memang nantinya menjadi tempat untuk menimba ilmu bagi generasi
yang akan datang. Sesuai dengan perkembangan lingkungan, muncul wacana untuk
menjadikan pura bukan saja sebagai tempat memuja Tuhan dalam berbagai
manifestasinya. Tetapi juga sebagai tempat melakukan pendidikan.
Berbagai
fasilitas nonsakral dari pura.seperti wantilan, toilet dan sebagainya. Akan
lebih terawat dibandingkan kalau pura hanya dikunjungi pada saat piodalan. Dan
juga tidak kalah pentingnya, dengan adanya aktivitas pendidikan di pura,
berbagai aktivitas yang berkonotasi negatif seperti kebiasaan mengadakan tajen
atau sabungan ayam, ataupun berbagai bentuk jui lainnya di areal pura, mungkin
perlahan-lahan akan lebih mudah dapat dikurangi.
Foto Bersama Pinandita Bpk. Karnadi
Foto Bersama Pinandita Bpk. Karnadi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar